Teringat kisah seorang bernama narcisus yang tergila-gila pada dirinya sendiri. Pekerjaannya hanya bercermin diatas danau. Setiap kali melihat wajahnya yang indah di air yang bening, semakin bertambah kagum lah dia pada diri sendiri. Begitu terus setiap hari hingga ia mati.
Ada juga kisah seekor harimau hutan yang bercermin di danau. Melihat ke dalam air, lalu marah-marah, menggeram, akhirnya melompat menerkam bayangannya sendiri. Kemudian tenggelam dan mati.
Mari kita lihat dua kisah ini. yang pertama begitu mencintai dirinya hingga lupa segalanya, yang kedua juga begitu mencintai dirinya dan tak ingin tersaingi. Keduanya mati, dalam bayangan mereka sendiri. Kalian paham bukan? mereka adalah makhluk yang indah. Dan wajar jika mereka cinta pada dirinya yang indah, tapi ya begitu, harus cinta yang wajar.
Lalu disini aku juga akan bercerita tentang seseorang yang kembali berbangga diri. Tapi ia tidak indah, bahkan biasa saja. Malah terdapat jaringan parut di wajahnya. Ia juga senang bercermin, namun beda dengan dua cerita yang tadi, ia bercermin di air keruh . Dengan begitu, ia tak dapat melihat parut di wajahnya, kemudian Ia menjadi berbangga diri karena merasa tak ada kejelekan pada dirinya. Lalu apakah ia juga mati? Ya. Setiap yang bernyawa akan menemui ajalnya.
Dalam posisi seperti cerita diatas, aku paham. Menjadi baik dan berbangga diri itu salah. Lalu ketika buruk juga berbangga diri itu salah. Refleksi yang terlihat tak bisa serta merta diserap, lalu di simpulkan. Masih perlu proses pengolahan. Melalui logika dan iman.
Comments
Post a Comment