Kota ini hujan, ya memang biasanya seperti itu. Juga hari ini, saat aku pulang dari tempatku kerja, deras. Lalu ku berterimakasih kepada penemu mesin uap, kereta uap, penemu diesel, hingga penemu kereta listrik yang selama ini menjadi alat transportasi utama ku. Berkat mereka payung ku aman tersimpan, ya setidaknya sampai stasiun. Biar ku ceritakan perjalanan ku dari tempat kerja, pertama aku naik kereta, lalu menyebrang di jembatan penyebrangan kemudian menunggu angkot di halte untuk pulang ke rumah.
Bosan, ya siapa juga manusia yang tahan jika kegiatannya hanya itu-itu saja. Apalagi jika hujan turun hampir setiap hari. Aku juga. Tapi tidak pada hari itu, 28 Januari 2016. Di stasiun. Kau tahu? Saat itu juga hujan.
Lagi-lagi, aku terlalu malas membuka payung. Hujan gerimis rintik rintik itu aku terobos saja. Jaketku juga ada hoodie nya. Aku berlari kecil melewati hujan menuju gate keluar. Ditengah gerimis, aku berhenti karena melihat antrian panjang mengular. Aku mulai merapat ke barisan, posisi ku paling belakang. Hujan mulai menderas. Aku bersiap mengeluarkan payung, aku mulai kuyup. Sebelum berhasil merogoh payung dari dalam tas, terasa hujan berhenti mengguyurku. Aku mendongak ke atas. Payung. Lalu ku menoleh ke belakang. "Hujan" katamu saat itu. "I.. Iyaa.." Jawabku terbata. Kamu tersenyum. "Nona, kita sudah sangat sering berjumpa, tapi belum sempat berkenalan. Nama ku Prabowo" aku terpaku.. Pipiku terasa menghangat. Aku bergumam "jadi namamu prabowo".
Comments
Post a Comment