Kau tahu, membunuh itu memang sakit. Dalam konteks ini,
membunuh rasa. Sungguh, bukan perkara mudah. Mungkin bukan kejaksaan dan
mahkamah yang menuntut mu. Lebih kepada jiwa dan rasa yang jadi tak menentu
Kau mungkin tak alami, Antara penyesalan dan ketakutan, Saat
membunuh rasa secara terpaksa. Apalah mau dikata, semua terjadi. Rasa ini
memang harusnya sekarang pergi
Kau mungkin pikir aku kejam. Bagaimana mungkin aku membunuh
rasa, Padahal ia adalah ciptaan yang kuasa? Ahh,, ini lebih dari hal itu,Ini
bukan mengenai rasa syukur, lebih mengenai hati yang akan mati
ini lebih dari cerita ku. cerita tentang mata yang tak mampu
menjaga pandangnya, cerita tentang hati yang tak henti memuji, cerita tentang
rasa yang dibiarkan tumbuh padahal ia belum siap untuk berlabuh.
Entah apa yang terjadi, tapi mungkin aku bukan membunuhnya,
hanya sedikit melukainya, bahkan aku, juga turut terluka sebenarnya. Rasa ini
tak salah, mengapa harus aku membunuhnya. Ya, pertanyaan sederhana yang
menghiasai prosesi itu.
Kau memang tahu, saat ku coba membunuh rasa, sungguh aku
juga terluka, mungkin kau juga. Tapi mungkin hanya sesaat, dan kuharap memang
hanya sesaat.
Aku melihat mu, lagi dan lagi, setiap hari, tak terlewatkan.
Sungguh pekerjaan yang harusnya menjemukan, namun aku, entahlah. Ya, baiknya
aku sudahi saja. Harusnya memang disudahi saja. Dibiarkan pun, rasa jadi tak
terawat.
Ya sudahi lah.
Pict Source :http://adeimagination.blogspot.com/2010/02/mencintai-tanpa-syarat-segemgam-hikmah.html